basmalah

Jumat, 19 April 2013

drg muda (koas) tanpa pasien, apa jadinya?


Alhamdulillah perjalananku di FKG unand smakin menampakkan titik terang. Hehe :D Bukan bermaksud slama ini serasa di kegelapan, tapi rasanya sangat bersyukur karena insyaAllah sebentar lagi akan menginjakkan kaki ke zona dokter gigi muda atau koas.. Smoga Allah slalu memudahkan langkahku menuju koas.. Aamiiin ya Rabb..

Bicara tentang dunia per-koas-an, ada satu kata yang sering diucapkan oleh dosenku, yaitu "attitude" atau sikap atau etika. Sebagai calon dokter gigi, kami harus mengutamakan attitude dalam profesionalitas kerja, tidak hanya kepada teman sejawat dan “orang-orang di atas”, namun juga kepada para pasien.

Bagaimana tidak? Seorang koas atau dokter gigi muda bukanlah apa-apa tanpa pasien. Seorang koas tidak akan bisa mendapatkan gelar “drg”nya tanpa pasien. Seorang koas harus berterimakasih kepada para pasien yang telah memberikan kepercayaannya untuk dirawat oleh seorang koas. Bahkan seorang pasien bisa memberikan banyak ilmu kepada seorang koas,  karena dengar-dengar dari kakak senior ada pasien yang mengalami lebih dari satu kasus penyakit di rongga mulutnya. Oleh karena itu, hukum pasien adalah kelinci percobaan bagi koas tidaklah berlaku! Tidak sepatutnya seorang pasien diperlakukan hanya untuk memenuhi nilai di koas.

Selaras dengan “attitude” yang disampaikan para dosen, ada baiknya mengingat bahwa sakit dan sehat diberikan oleh Allah, karena itu kita seharusnya meniatkan merawat pasien karena Allah SWT. Terkadang hanya dengan memberikan perhatian dan prilaku yang ramah dapat menghilangkan rasa sakit pasien walaupun belum diberi obat dan belum diberi perawatan apapun. Dengan “attitude” akan menambah kepercayaan pasien kepada sang dokter gigi muda. Dengan “attitude” akan menambah profesionalitas seorang individu bahkan kelompok. Dan yang jelas dengan “attitude” adalah salah satu ciri orang yang beriman :
عن جابر قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « المؤمن يألف ويؤلف ، ولا خير فيمن لا يألف ، ولا يؤلف، وخير الناس أنفعهم للناس »
Diriwayatkan dari Jabir berkata,”Rasulullah saw bersabda,’Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni)

Kagum

Kagum adalah salah satu fitrah manusia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata kagum berarti takjub, tercengang, sehingga menimbulkan sikap positif seperti senang, gembira, dan memuji.

Tak ada yang salah dengan rasa kagum, karena kita masing-masing berhak mengagumi siapapun. Namun sayang, terkadang rasa kagum kita bersifat labil. Maaf, tanpa bermaksud menyinggung siapapun. Pada masa penuh hiburan sekarang ini, banyak di antara kita mengagumi orang-orang yang dianggap sebagai “idola masa kini”. Siapa yang tidak tahu dengan idola-idola masa kini yang marak muncul di layar kaca? Siapa yang tidak tahu akan ada konser idola 1, idola 2, idola 3 ke ibukota? Siapa yang tidak tahu tanggal lahir idola 1, idola 2, idola 3nya? Bahkan mengetahui segala aktivitas idolanya!

Sobat, aku pun pernah begitu. Aku pun pernah merasakannya, sampai seorang sahabatku berkata, “rasa kagum juga ada tempat dan batasnya, karena sadar atau tidak, kita akan selalu berusaha menyesuaikan diri kita dengan orang yang kita kagumi”.

Aku pun mulai memutar otakku, mereplay kembali hal-hal yang kulakukan demi “idola masa kini”ku yang lalu. Dulu aku slalu meng-update berita “sang idola” dari situs yang bersangkutan dengannya, aku mendownload mp3 dan video yang berhubungan dengannya, bahkan aku rela menyisihkan uang jajanku untuk membeli majalah tentangnya. Dan ternyata benar bahwa tanpa ku sadari aku menirunya dalam semua hal, aku mimikirkan segala tindak tanduk bahkan semua cara berpikirnya, dan aku merasa seolah aku bagian darinya.

Sobat, mungkin kita sadari atau tidak, kita akan memaksa diri mengetahui setiap hal yang ada padanya, bahkan melebihi tahu kita terhadap sirah Rasulullah SAW.

Anas bin Malik pernah ditanya Rasulullah, “apa yg telah kamu siapkan utk hari kiamat?”,  Anas menjawab, “Kecintaan kpd Allah & Rasul-Nya”

Rasulullah SAW menjawab, “sesungguhnya kamu bersama yg engkau cintai”. (HR.Muslim)

Subhanallah, kecintaan dan kekaguman menghantarkan kita ke tempat yg sama. Lalu bagaimana bila kita mengagumi seseorang yang tidak kita ketahui tindak-tanduk aslinya seperti apa? Mungkin di layar kaca ia terlihat baik, tapi bagaimana keseharian aslinya di belakang kamera? Bagaimana bila kita mengagumi seseorang yg tidak kita ketahui dia shalat atau tidak?

Wallahu’alam bisshawab

Oleh karena itu, mari kita belajar untuk me-manage rasa kagum kita. Belajar untuk membatasi kekaguman kita. Jangan sampai kita terlalu kagum hingga meniru tindak-tanduk orang yang tidak tepat. Banyak hal yang bisa dilakukan daripada menggunakan waktu untuk memikirkan orang yang kita kagumi tanpa batas. Banyak tokoh yang dapat kita kagumi dan cintai yang dapat menghantarkan kita kepada cinta Allah. Tentu saja termasuk Rasulullah SAW, para sahabat Rasulullah, para tokoh pejuang islam, dsb.


Mohon maaf bila agak mnyinggung, anggap ini sebagai instropeksi diri..